Ruang Rindu





Ruang rindu, judul sebuah lagu dari band ternama asal Jogja, Letto, mengusik aku sedari siang. Kata Maya, disetiap hati kita ada ruang rindu khusus untuk sesuatu yang khusus. Khusus? Apa itu artinya pacar? Jika memang begitu, berarti ruang rinduku kosong. Tak ada siapapun disana, hanya sebuah tempat yang tak pernah kukunjungi, mungkin kini sudah bersawang dan angker juga dingin. Allah, mungkinkah ruangan itu sedingin aku?
“Laras, buka pintu Nak” aku beranjak dari tempat tidur dan sedikit merapikan jilbab didepan kaca. Kubuka pintu kamar, kudapati Ibu tersenyum padaku.
“Kamu cepat ganti pakaian dan turun” aku mengernyitkan dahi.
“Kok bengong, cepat ganti dan turun” Ibu meninggalkanku yang masih penuh tanda tanya.
“Pake baju terbaik” tambah Ibu.
Ku banting pintu kamar. Sebagai anak bungsu sekaligus anak perempuan satu-satunya memang repot. Ketiga kakak lelakiku semua protektif. Setiapa ada lelaki yang dekat pasti mereka mencurigai. Mungkin karena Bapak sudah tiada, jadi mereka lebih tanggung jawab untuk mendidikku.
Aku berjalan menuju ruang tamu. Sepertinya rame sekali, bukannya ini bukan waktu kunjungan kakak-kakakku. Ketiga kakakku sudah menikah dan tidak tinggal bersama aku dan Ibu. Tapi setiap seminggu sekali mereka rame-rame kesini. Saat itu aku senang, apalagi dengan anak-anak mereka yang masih lucu-lucu.
“Kok pada kesini?” tanyaku begitu tahu yang datang mereka.
“Duduk Ras” aku duduk seperti yang disuruh Mas Iqbal, kakak pertama ku.
Eh, tunggu, kok ada satu cowok yang baru aku liat. Siapa dia? Kok dia ikut acara kita?
“Afnan” aku menoleh kearah Mas Hasan, kakak ketigaku.
“Namanya Afnan” dia menekan ucapannya.
“Sorry Dek, kami dadakan kesini sebenarnya ada yang ingin kami omongkan” sahut Mas Ali, kakak keduaku.
“Serius ya?” tanyaku hati-hati, mereka mengangguk bersamaan.
“Ini tentang kamu dan Afnan” ujar Ibu.
Cowok asing itu? Emang apa hubungannya? Aku kan belom kenal, kita baru aja ketemu kok. Banyak pertanyaan dan protes diotakku.
“Kami ingin kamu menikah dengan Afnan” sebuah penyataan dari Mas Ali membuat aku agak syok. Kok tiba-tiba gini sih? Aku kan nggak tahu siapa Afnan!
“Laras, kami kenal Afnan, dia pria yang baik” enteng banget sih Mas Iqbal ngomong. Ntar yang ngejalani siapa sih. Nikah nggak segampang itu kali. Mereka kan yang kenal, bukan aku. Ya mereka aja yang nikah ma Afnan.
“Mungkin kalian khawatir padaku, aku maklum. Tapi bukan begini caranya mas untuk nunjukkin kasih sayang, apa kalian berpikir bagaimana dengan perasaan mas Afnan?”
“Aku yang meminta mereka untuk menikahkanmu denganku”
“Mas Afnan nggak kenal aku!” aku agak sedikit teriak. Dia hanya tersenyum, ni orang gila kali ya.
“Laras, begini saja, kamu pikirkan dulu. Kamu bisa menjawabnya bulan depan” ujar Ibu bijak. Aku menghela napas, setidaknya aku punya waktu untuk bernapas lega. Aku mengangguk dan mereka tersenyum.
*************************
Sebulan, waktu yang lumayan lama. Aku nggak perlu pusing, seandainya mereka minta jawaban sekarang pun aku sudah punya, yaitu TIDAK. Enak aja ngajak-ngajak nikah tapi belum saling kenal. Pernikahan itu kan bukan sesuatu yang sembarangan. Harus penuh pertimbangan yang matang bukan asal comot jodoh gitu.
“Laras, dipanggil Pak Bandi” Maya sahabatku muncul dari balik kubikel ku.
Aku berjalan menuju ruang Pak Bandi, ada perasaan was-was. Pekerjaanku nggak beres lagi ya? Huh… ini pasti gara-gara semalam.
“Siang Pak” sapaku saat membuka pintu.
“Selamat Laras, mulai besok kamu akan menjadi asisten General manager kita” aku nggak percaya aku lolos, aku ikut fit and prophertes hanya iseng. Rasanya seperti mendapat durian runtuh.
“Habis ini serahkan berkas ini keatas, kamu bisa langsung ke Pak GM, memastikan kapan kamu mulai mendampingi beliau” aku mengambil semua berkas yang harus kuserahkan keatas.
“Maya…” teriakku begitu keluar dari ruangan Pak Bandi. Maya menghampiriku dan membungkam mulutku.
“Woe ini kantor bukan hutan” dia melepaskan bungkamannya.
“May, aku jadi asisten GM” bisikku. Maya memelukku.
“Selamat ya”
Lift terbuka, aku masuk dan kutekan tombol lantai 6. rasanya deg-degan, kupeluk berkas-berkas yang ku bawa.
Selama ini aku nggak pernah bertatap langsung dengan General manager perusahaan ku, ya maklum aku kan cuma karyawan bawah. Bisa jadi asistennya saja sudah menjadi sebuah keberuntungan.
Tok…..tok…..tok
Ku ketuk pintu pelan dan ku buka perlahan.
“Selamat siang pak” kok sepi? Apa mungkin pak GM sedang keluar ya.
“Selamat Laras” aku berbalik, tak mampu kusembunyikan rasa kagetku. Didepanku berdiri seorang cowok yang membuat aku pusing tujuh keliling, Afnan. Semoga ini khayalanku aja, nggak mungkin cowok dengan jas George Armani itu adalah Afnan.
“Kamu?”
“Kok kaget gitu? Iya, aku GM disini” ini pasti semua rekayasa dia. Aku keterima pasti karna dia bukan kemampuanku.
“Aku mengundurkan diri” Afnan meraih lenganku.
“Laras…”
“Maaf Pak, tolong lepaskan”
“Laras, jangan bersikap seperti ini, setidaknya dengarkan aku dulu” dia melepaskan genggamannya.
“Sebegitu bencinya kamu padaku?” ujarnya lemas. Astagfirullah, benarkah aku benci Afnan? Kenapa aku membenci Afnan? Apa karna dia melamarku? Ya Allah, dzolimkah aku padanya.
“Aku mau tanya, apa posisiku ini karna campur tanganmu atau karna kemampuanku?” tanyaku pelan.
“Tidak, aku tidak tahu sampai tadi pagi, aku juga surprise kalo yang jadi asistenku kamu” semoga dia tidak boong. Bagaimanapun aku juga butuh kerjaan ini.
“Kapan aku kerja?” Raut muka Afnan berubah, dia bahagia mendengar putusanku.
“Besok” aku mengulurkan tanganku.
“Mohon bantuannya” dia menyambut tanganku.
*************************************
Masih teringat dipikiranku tentang perkataan Afnan tentang rasa tidak sukaku, tepatnya benci. Kalo dipikir-pikir, dia baik. Hanya saja dia punya kesalahan, melamarku. Tapi itu juga bukan kesalahan, itu kan hak dia untuk memilih seorang wanita untuk dijadikan istri.
“Laras, kita makan siang yuk” Suara Afnan membuyarkan lamunanku. Kumatikan laptop dan kututup. Kami meluncur dengan Avanza milik Afnan. Aku hanya terdiam, sesekali pandanganku berpendar pada pemandangan diluar mobil.
“Udah sampai Ras” aku membuka sabuk pengaman dan keluar. Afnan mengajakku ke sebuah restoran ternama. Kami sama-sama memesan steak special, menu istimewa restoran. Untuk minumnya aku memesan jus wortel dan Afnan Jus Alpukat.
“Ras, kenapa kamu diam saja? Nggak seneng makan sama aku” aku tersenyum getir.
“Pertama kali aku ngeliat kamu di basement kantor, kamu memukul seorang pria, waktu itu aku pikir kamu sadis” aku ingat, saat itu aku memukul pacar Maya. Dia cowok brengsek, Maya yang cantik dan baik nggak pantas dengan dia. Cowok bejat dan mupeng, pantas selingkuhannya banyak.
“Tapi pandanganku berubah saat aku melihatmu untuk kedua kali, waktu itu hujan deras, kamu memberikan payungmu pada seorang wanita tua, sedang kamu rela hujan-hujanan, itu di halte bis. Padahal aku tahu, saat itu sedang tidak ada bis dan angkutan umum lain yang lewat karna ada demo sopir angkot di Balai kota dan semua angkutan dilarang lewat daerah itu” aku menikmati cerita Afnan. Rasanya aku sendiri nggak bakal ingat semua itu.
“Pandanganku semakin berubah saat berjumpa denganmu di Panti asuhan, apa kamu ingat, kita sempat ngobrolin seorang anak berumur 2 bulan yang baru ditinggal orang tuanya dipanti asuhan itu?” Allah, aku ingat aku pernah berjumpa dengan Afnan.
“Saat itu kamu juga bilang, setiap sebulan sekali kamu selalu kepanti asuhan untuk bermain dengan anak-anak itu. Dan diam-diam aku juga ikut berkunjung untuk memperhatikanmu, saat itulah aku jatuh cinta” mimpikah yang aku dengar? Semua ini seperti dalam cerita dongeng. Jika diperhatikan, Afnan nggak jelek kok. Baik dan mapan dan satu lagi dia taat.
“Bagaiamana kamu kenal kakak ku?”
“Mereka teman mengaji di sholat centre, aku melihat foto keluarga di dompet Ali. Ali akhirnya menceritakan tentangmu”
“Gitu aja?”
“Aku cerita semuanya dan mereka pun akhirnya setuju dengan permintaanku untuk menikahkanmu dengan ku” apa ini yang dinamakan jodoh? Allah aku harus gimana? Aku bingung.
“Tapi sepertinya aku gagal” Ya Allah kenapa hatiku sakit saat mendengar pernyataan Afnan.
“Masih ada beberapa minggu” jawabku dan aku juga nggak ngerti tentang jawabanku. Apakah aku memberi harapan padanya.
************************************
Masih lama, ya hari penentuan itu masih lama. Hatiku semakin resah, setiap kali memandang Afnan. Aku juga deg-degan saat dekat dengan dia. Dan jika seperti ini, saat dia pergi tanpaku, aku merasa rindu dan was-was. Allah, apa aku udah jatuh cinta?
“Cie…. Yang jadi asisten GM, ngalamun aja neng” Maya menepuk pundakku.
“May? Ngapain kesini?”
“Ya elah Ras, mentang-mentang udah tinggi jabatannya”
“Ya Allah May, nggak gitu, aku seneng kamu kesini, mumpung bos lagi keluar”
“Ya iyalah, masak semua harus didampingi, apalagi kalo hal pribadi” aku nggak ngerti yang dibicarakan Maya, terus terang, aku belum cerita soal Afnan pada dia.
“Kok bengong?”
“Maksud kamu apa tadi?”
“Aduh Neng makudku pacaran” pacaran? Bukannya Afnan dulu melamarku? YA Allah cemburukah aku?
“Tadi aku liat Pak GM pergi ama cewek naik mobil”
“O…. Pak GM kan udah dewas biarin kali” getir rasanya mengucap pernyataan itu.
“Udah dulu ya Ras, aku balik, ntar pak Bandi ngomel” Maya keluar ruangan. Hatiku remuk redam, rasa cemburu terus memburuku. Harusnya aku tak peduli, toh aku juga udah nunjukin bahwa aku tak peduli dengannya. Aku menunjukan penolakkan, wajar bila dia mencari wanita lain yang peduli dan cinta padanya. Allah kenapa hatiku sakit? Aku juga nggak mampu menahan airmataku.
“Assalamualaikum” pintu ruangan terbuka. Aku hapal suara itu, kuambil tisu dan kuseka airmataku.
“Walaikumsalam”
“Laras kamu kenapa? Kamu nangis” Afnan kumohon jangan pedulikan aku. Jika tidak, airmata ini akan jatuh kembali.
“Aku nggak apa kok, sudahlah” aku beranjak. Afnan meraih lenganku.
“Maaf pak biarkan saya pergi”
“Nggak, sampai aku tahu siapa yang menyakitimu” Afnan, harus kah aku cerita bahwa aku menangis karna kamu, karna kebodohanku menolakmu, menolak pria sebaik kamu.
“Tolong lepaskan Pak”
“Tidak Laras….” ucapnya lirih.
“Kamu mau tahu? Kamu mau tahu yang membuatku menangis kan, ini semua gara-gara kamu!” Afnan terlihat kaget.
“Seenaknya kamu membuat pusing orang, meporak-porandakan hatiku, membuat hatiku terkesan dan menghancurkan begitu saja. Dan semua kamu lakukan tanpa meminta ijinku” ujarku dalam isak.
“Laras aku…..”
“Ya, kamu nggak salah sebenarnya, aku yang bodoh, bodoh karna rasa sayang ini datang terlambat” aku berlari keluar. Tangisku terus pecah.
**************************
Tiga hari aku tidak masuk kantor. Aku malu pada Afnan, aku malu karna aku terlambat mencintainya. Mungkin aku seperti anak kecil, tapi memang begini aku.
“Laras, Maya datang” Ibu muncul dari balik pintu. Maya? Aku harus bagaimana ini?
“Temui dia Nak, sepertinya ada yang ingin dia sampaikan” Kurapikan jilbabku, dan aku menuju ruang tamu
“May?” Maya duduk mendekatiku.
“Maaf Ras, aku nggak nyangka semua akan seperti ini. Aku nggak ngira kamu akan tersakiti hingga seperti ini” aku nggak ngerti, sebenarnya ada apa.
“Laras, aku udah tahu tentang perasaan Pak Afnan ke kamu jauh sebelum dia melamarmu”
TA RA RA
Kejutan apa lagi ini? Maya sudah tahu semuanya? Lalu apa yang aku tahu?
“Pak Afnan sudah bertanya-tanya tentangmu padaku sebelum dia melamarmu” sahabatku sudah tau? Allah….
“Sorry Ras, aku gemes sama kamu, kamu udah sadar kalo kamu udah jatuh cinta ama Afnan, tapi kamu selalu gengsi, jadi aku mengarang kejadian kemarin” jadi aku dibohongi sahabatku?. Mungkin jika bukan karna Maya aku nggak akan sadar seperti ini.
“Aku harus nemui Afnan” ujarku
“Terlambat Ras, dia udah dibandara” nggak aku harus menyusulnya.
“Maya, temani aku ke bandara”
Kami naik taksi ke bandara, Allah kumohon cegah Afnan untuk pergi. Begitu turun dari taksi aku berlari sekuat tenagaku. Aku nggak mau menyesal lagi.
“Afnan” aku hapal sosok yang berdiri membelakangiku. Dia membalikkan tubuhnya.
“Laras”
“Afnan, maafkan aku. Kumohon jangan pergi” aku mendekatinya
“Nggak bisa laras, aku…..”
“Afnan, aku akan menuruti segala permintaanmu, jika kau ingin aku jadi istrimu aku bersedia, kita menikah sekarang, kumohon Afnan” dia tersenyum dan mendekatiku.
“Aku senang, tapi….” Belum selesai dia bicara aku kembali meyahutnya.
“Aku mencintaimu Afnan, aku sayang kamu, kumohon jangan pergi”
“Laras, aku bahagia, aku juga cinta kamu. Nanti sore, sekembalinya dari Australi kita akan bicarakan lagi dan kita rencanankan pernikahan kita”
“Nanti sore?”
“Iya, aku kan cuma control cabang perusahaan disana, nggak lama kok”
MAYA!!!!!!

                                                                  DAIS (12.31 WIB); 31 Oktober 2008.




0 komentar:



Posting Komentar

Mohon tinggalkan jejak-jejak cinta anda pada blog ini.
Makasih, Matursuwun!!!!!