Tiga Luka


Galung memandang wajah peri kecilnya yang terlelap dalam hangat dekapan dadanya. Dia usap kepala bayi mungil itu. Harusnya malam ini dia meminum ASI ibunya untuk pertama kali, harusnya peri kecilnya merasakan hangatnya dekapan sang Ibu.
“Istriku lihat putrimu? Dia sehat” Galung duduk disamping ranjang istrinya. Wanita itu masih saja terpejam.
“Rambutnya tebal, hidungnya mancung dan matanya seperti matamu ?” Galung tak kuasa menahan airmatanya, dia tergugu dihadapan kekasih yang paling dia cintai. Wanita yang selalu mementingkan kebutuhannya. Kekasih yang tak pernah mengeluh sedikitpun meski beban berat bergantung pada pundaknya.
***
Mas, aku hamil.
Begitu bunyi sms di inbox Galung yang datang dari istrinya. Hampir seminggu dia berada diSolo, rumah orangtuanya. Sebenarnya Atik tidak tahu jika suaminya berada disana, karna Galung pamit ke Tegal, untuk urusan kantor.
“Mas, dimakan dong nasinya” seorang wanita memegang pundak Galung. Senyuman tersungging dibibirnya.
“Dari Mbak Atik?” Galung mengangguk.
“Alangkah baiknya jika Mbak Atik segera tahu Mas” Galung berjalan menuju ranjang, dia jatuhkan tubuhnya. Matanya menerawang, menatap langit-langit kamar.
Galung membayangkan, bagaimana ekspresi Atik ketika dia harus berterus terang. Dia tak tega jika harus menyakiti istri yang sangat dia cintai. Apalagi sekarang, alasan yang membuat Galung menuruti perintah ibunya sudah terpatahkan. Atik hamil, tapi dia juga tak bisa mengabaikan perasaan Lila, perempuan pilihan ibunya yang baru saja dia nikahi.
“Apa Mas galung menyesal?” Lila mendekati Galung. Galung melirik istrinya sekilas. Begitu sulit menerka hatinya. Kedua perempuan luar biasa itu ada dihatinya, menempati porsi masing-masing.
“Kita bahas besok Lil, aku capek” Galung mengambil sarung dan menyelimuti badannya, membenamkan diri dibantal, diraihnya guling yang berada didekatnya. Lila hanya mendesah, dia merasa serba salah.
Galung, dia cinta pertama Lila. Sejak kakak Galung memperkenalkan dia dengannya, hatinya benar-benar nggak karuan. Dia sakit rindu, hingga kenyataan yang lebih pahit harus dia tahu. Galung memiliki perempuan lain. Atik, gadis sholehah teman Galung dikampus. Cintanya kandas dan semua terlampau sakit saat pria pujaan itu menikah dengan bidadarinya.
Tawaran kakak Galung sebulan lalu merubah segalanya. Galung dan Atik tak juga memiliki keturunan, padahal hampir sembilan tahun mereka menikah. Dokter menyatakan mereka sehat. Berbagai cara dilakukan pasangan itu untuk memperoleh keturunan. Mereka tetap sabar, tapi kesabaran itu tak berlaku bagi orangtua Galung yang mendamba cucu dari rahim istri sang putra mahkota.
Desakan Ibu dan semua keluarga besar membuat Galung luluh. Ibu menjodohkannya dengan Lila. Semua tahu jika Lila begitu mencintai Galung.
Galung dipaksa pulang ke Solo dengan alasan Ibu sakit. Saat itulah keluarga memaksa Galung menikahi Lila. Pria itu tak kuasa, bahkan untuk memberitahu Atik pun tak boleh.
“Istri itu menuruti kemauan suami, kalo sudah terjadi dia nggak boleh protes” alasan sang kakak saat itu. Galung heran, kenapa dia mengikuti seluruh perintah keluarga, dan akhirnya pernikahan itu terjadi.
***
“Seharusnya Mas Galung ada saat aku pake tes pack itu” wajah Atik berbinar. Dari kedatangan Galung hingga paginya, tak henti-hentinya perempuan itu bercerita. Tak sedikitpun memberi kesempatan Galung memotong. Galung takut kebahagiaan diwajah bidadarinya hilang.
Untuk sementara Lila tinggal disebuah kontrakan dekat kantor Galung. Perempuan itu sabar menunggu, sebab dia hanya bisa berduaan dengan suami pada hari sabtu dan minggu. Dihari itu Galung beralasan luar kota.
Sembilan tahun sudah cukup membuat Atik tahu suaminya berbohong atau jujur. Sejak kepulangan suaminya dua minggu yang lalu, Atik tahu suaminya mulai belajar berbohong padanya. Atik hafal betul mimik suaminya saat berbohong, sebab suaminya tak pandai menyembunyikan sesuatu darinya.
“Maafkan aku ya Mas” Galung yang sedari tadi menikmati siaran berita menatap Atik yang duduk disebelahnya. Pria itu mengambil remote dan mematikan televisi, ekspresi istrinya lebih penting sekarang.
“Ada apa Tik?”
“Atik nggak bisa dipercaya lagi ya Mas?” melihat mata Atik, Galung tak bisa berkutik, dia mengalihkan pandangan agar tak segera terjebak dengan perasaannya.
“Kamu itu aneh Tik, kukira ada apa” Galung mengambil remote dimeja tapi segera direbut istrinya.
“Apa Mas Galung nggak percaya lagi sama Atik?!” suara Atik mulai meninggi.
“Kamu kenapa sih Tik? Pertanyaanmu aneh!”
“Mas yang aneh!” mata Atik mulai berkabut, Galung mulai resah jika airmata itu jatuh.
“Mas sepertinya nggak senang dengan kehamilanku” Galung terbelalak.
“Ya Allah Tik, mana mungkin aku nggak senang, ini yang kita tunggu kan” Galung memegang perut istrinya, Atik menampiknya.
“Tapi, setiap kali Atik cerita tentang kehamilan ini, Mas nggak pernah serius mendengarkan!” hujan itu benar-benar jatuh dimata Atik. Galung merasa bersalah, dia sadar terlalu memikirkan perasaan Lila yang dia tinggal sendiri hingga dia lupa jika Atik lebih membutuhkannya, ditambah jabang bayi yang ada di rahimnya.
“Maafkan Mas Tik” Galung menarik tubuh istrinya dalam pelukan. Perempuan itu semakin terisak.
“Sudah Tik, kamu marah aja sama Mas, tapi jangan nangis seperti ini” Atik memukul dada suaminya dan terus terisak.
“Udah Tik, jangan nangis” Galung mengusap rambut istrinya.
“Udah malam, yang jual balon udah pada pulang” canda Galung, cukup ampuh membuat senyuman tersungging dibibir Atik.
***
Galung pusing, dilemma melanda hatinya. Dua perempuan dihidupnya sudah menguras seluruh tenaganya. Kewajiban pada Lila pun sering dia tinggalkan. Beruntung Lila mengerti kalo madunya lebih membutuhkan suaminya.
“Assalamualaikum Tik…” Galung duduk diruang tamu meletakkan tas kerjanya, melepas dasi dan sepatu.
“Tik, suamimu pulang” panggil Galung. Biasanya jika dia pulang, Atik selalu menyambut dan memberinya segelas air putih. Tapi kenapa kali ini lama sekali Atik keluar.
“Walaikumsalam” terdengar dua suara perempuan. Benar saja, dua perempuan keluar dari kamar. Atik dan Lila, Galung tidak percaya dengan penglihatannya. Atik terlihat marah, sedang Lila hanya tertunduk.
Semua berawal ketika Ibu menelpon kerumah menanyakan kabar Lila. Saat itulah Atik tahu jika suaminya telah menikah lagi. Setelah mendengar cerita Ibu dan mendapatkan nomor ponsel Lila dan menghubunginya, perempuan itu menjemput istri suaminya.
“Atik, aku minta maaf” Galung menggenggam tangan istrinya.
“Mbak, bicaralah” tambah Lila yang duduk diseberang meja.
“Kalian tahu betapa sakit hatinya aku?” Atik mulai berbicara. Semua tertunduk, hati Atik mulai bergelombang. Dia merasa dikhianati suaminya, dibohongi bahkan ketika dia mampu memberi apa yang menjadikan pernikahan itu terjadi.
“Semua sudah lewat, bagaimanapun ini tidak bisa dirubah” Atik berdiri dia melangkahkan kakinya menuju kamar. Dia terdiam didepan pintu kemudian membalikkan badan, menatap Galung dan Lila yang masih terduduk.
“Mas, aku memang masih sakit hati, tapi Demi Allah, aku nggak akan membiarkan adikku kesepian tanpa suaminya disana” Galung menatap Atik.
“Lil, ini rumah suamimu, tinggalah disini” Atik membuka pintu kamar dan masuk. Dibalik pintu Atik menangis. Bagaimanapun dia adalah perempuan biasa. perempuan yang takkan rela jika suaminya dipeluk perempuan lain meski dia juga istri suaminya.
***
Tinggal satu atap bersama bukan hal yang mudah. Namun Lila dan Atik mampu melewati adaptasi itu dengan cepat. Galung bersyukur, kedua perempuan itu tak ada kendala saat berhubungan. Bahkan mereka lebih akur, Galung sering mereka cuekin. Lila selalu menemani Atik, bersama-sama menjaga janin yang ada diperut Atik. Mereka juga sering pergi bersama, membeli kebutuhan bayi dan persiapan tujuh bulanan.
“Mbak, kita ke toko bayi itu yuk” Lila menunjuk toko bayi yang ada diseberang jalan. Begitu semangatnya, Lila tak melihat saat menyebrang, hampir saja sebuah mobil menabraknya.
“Yang bener dong Mbak!!” teriak si sopir. Lila dan Atik hanya nyengir. Keduanya kembali menyebrangi jalan. Tiba-tiba sebuah sepeda motor melaju kencang, Lila berusaha menarik Atik. Terlambat, sepeda motor itu menabrak tubuh Atik.
Galung mematung dikursi ruang tunggu rumah sakit. Tubuhnya lemas, kepalanya pusing. Harus bagaimana dia, bahagia atau berduka? Atik, perempuan itu kehilangan bayi yang dia kandung dalam kecelakaan itu. Lila, menurut dokter, perempuan itu mengandung.
Galung merasa Allah sedang bercanda dengannya. Bagaimana dia harus menampakkan muka dihadapan kedua istrinya. Baru saja dia menikmati indahnya kebersamaan Atik dan Lila. Merasa beruntung karna mempunyai dua istri yang bisa hidup berdampingan.
***
Lila sudah boleh pulang dari rumah sakit, karna memang dia hanya shock akibat melihat Atik tertabrak. Atik masih harus dirawat, perempuan malang itu larut dengan kesedihannya atas kehilangan bayi yang dikandungnya. Setelah penantian yang lama, hampir dia bisa merasakan menjadi wanita sempurna. Tangisnya pecah, membuat Galung terjaga dari tidurnya. Pria itu mendekati ranjang istrinya, dia berbaring disisi istrinya dan dan memeluk atik yang terus terisak.
Lila menyaksikan adegan itu dari balik pintu. Dia meraba perutnya, airmatanya pun jatuh. Padahal jika saja ini tak terjadi, mungkin kebahagiaan dirumah akan berlipat ganda, kini dia tak bisa membagi kebahagiaanya dengan sang kakak.
“Mas..” Lila memberikan selembar kwitansi bukti pelunasan biaya rumah sakit. Galung menerimanya dengan hati-hati, dia tak mau membangunkan Atik karna posisinya bergeser.
“Lil, kalo kamu capek pulang saja” hanya sekilas Galung melihat Lila. Perempuan itu berjalan keluar dengan hati yang hampa. Hatinya sakit, dia merasa diabaikan, padahal dia sedang mengandung. Ada sedikit perasaan tidak terima, dia merasa suaminya tak adil. Bukankah mereka adalah istri Galung. Kenapa hati Galung cenderung pada Atik.
***
Berkali-kali Lila membujuk Atik agar makan. Sejak kepulangannya dari rumah sakit, tak sesendokpun nasi masuk ketubuh perempuan itu. Galung kewalahan, selalu saja salah apapun yang dia lakukan. Atik mudah tersinggung, emosinya mudah tersulut. Lila sudah menjadi korban berkali-kali karna mereka sering berdua dirumah.
“Apa sih mau si Atik itu?!” Galung mulai kesal dengan tingkah manja istri pertamanya. Sekarang diapun jarang tidur dikamar Atik. Bersama Lila dia merasa tenang, apalagi jika mereka mulai membicarakan janin yang dikandung Lila.
“Mas yang sabar” Lila memijat pundak suaminya.
“Saat ini Mbak Atik benar-benar butuh dukungan kita”
“Makasih ya Lil, pasti berat melayani kakakmu itu” Galung menepuk jemari Lila yang menari dipundaknya. Istrinya hanya tersenyum.
“Bagaimana kandunganmu?”
“Baik” Galung membalikkan badan dan membelai perut Lila. Keduanya tak sadar jika pintu kamar mereka terbuka, sepasang mata berkabut menyaksikan pemandangan bahagia itu. Hatinya begitu sakit, ditambah, baru saja mertuanya menelpon menanyakan kabar Lila dan janinnya. Begitu bahagianya sang mertua, bahkan saat dia hamil, mertuanya tak sedikitpun memperhatikan.
“Ibu telpon mas menanyakan Lila” keduanya terkejut melihat Atik didepan pintu. Wajah perempuan itu datar dan pucat.
“Mbak...” Panggil Lila, dia menyusul Atik yang berjalan menuju kamar. Galung ikut menyusul kedua perempuan itu
“Sudahlah Lil, kamulah perempuan itu” isak Atik.
“Tik,,,” Galung meraih pundak Atik.
“Mas, bisa tinggalkan kami?” Galung menuruti permintaan Lila, pria itu keluar kehalaman belakang rumah.
“Lil, kamulah perempuan yang diinginkan keluarga Mas galung” keduanya duduk berhadapan diruang tamu.
“Demi Allah mbak, aku tak pernah berniat mencuri perhatian Mas Galung atau siapapun” Lila menggenggam jemari madunya, keduanya terisak.
“Aku meminta suami pada Allah, dan Dia memberi mas Galung, bagiku itu cukup”
“…”
“Ketika mendengar Mbak Atik hamil aku bahagia, sebab Allah mengabulkan doa kita, dan aku nggak mau lebih Mbak” Lila memeluk tubuh Atik, perempuan itu mendorong tubuh Lila dari pelukan.
“Tapi Dia memberimu lebih Lil” ditatapnya mata Lila dalam.
“Kamu tidak bisa menolaknya…” Atik beranjak, kembali kedalam kamar.
Pagi itu menjadi pagi yang menyesakkan. Atik membuat sebuah keputusan. Dia meminta ijin suaminya untuk tinggal diluar rumah itu sementara. Hingga Lila melahirkan, Atik ingin tinggal dirumah kontrakan yang pernah ditinggali Lila. Awalnya Galung mencegah, Lila pun memohon agar Atik tidak pergi dari rumah itu, jika harus keluar itu adalah dirinya.
“Tik, pikirkan lagi keputusanmu” Atik tertunduk, hanya airmata yang mengalir.Galung menghela napas. Kenapa semua berat? Kedua perempuan itu amat penting dalam hidupnya. Ia ingin sekali adil, tapi justru keduanya tersakiti. Hanya tangis yang dia beri bagi bidadari dikehidupannya.
“Asal jika hari itu tiba, kembalilah” Galung meninggalkan kedua perempuan yang tergugu. Ketiganya sakit, ketiganya terluka.
***
Atik berlari menyusuri koridor rumah sakit. Dia menerima telpon jika Lila akan melahirkan dan harus dioperasi, perempuan itu mengalami pendarahan berat. Lila tidak mau dioperasi jika Atik belum datang.
“Lila…” Atik menggenggam jemari Lila, perempuan itu harus segera masuk keruang operasi.
“Mbak, maafkan aku, maaf mbak” isak Lila
“Tidak Lil, kamu tak sedikitpun salah padaku”
“Mbak, ini anak kita kan? Iya kan?” Atik mengangguk. Terlihat wajah Lila yang kesakitan, Atik tidak tega melihatnya.
“Berjuanglah adikku, kakakmu akan berdoa untukmu” Atik mencium kening Lila. Segera Lila masuk keruang operasi. Galung, Atik dan keluarga menunggu dengan cemas.
“Maaf mas, selama ini aku begitu egois, meninggalkan kalian” Galung menatap wajah Atik. Betapa dia rindu dengan senyum yang menghiasinya. Dia rindu bercengkerama, bercanda dan berdebat dengan istrinya itu. Galung mendekap Atik.
“Aku membutuhkanmu Tik, aku merindukanmu” keduanya terisak. Menumpahkan rindu yang tertahan begitu lama.
***
“Allah mengabulkan doaku mbak, dengan menjadikan Mas Galung suami kita” Atik menggenggam jemari Lila. Perempuan itu sangat cantik, wajahnya bersih. Tak ada kelelahan dan kesedihan disana.
“Lila, mulai saat ini akan kita besarkan putri kita bersama”
“Tidak Mbak, ini saatnya Allah mengabulkan doamu, sayangi putri kita ya mbak” Lila berdiri meninggalkan Atik, tubuhnya menyatu dengan cahaya terang lalu menghilang.
Atik terjaga dari tidurnya, sudah dua hari dia tak tidur. Terdengar tangis bayi, Atik menghampiri boks bayi dan mengangkat peri kecil itu.
“Lila, tumbuhlah menjadi gadis yang cantik dan sholehah seperti adikku” Atik mencium kening bayi itu dan mendekapnya hangat.


_END_

1 komentar:



fiesta fianisa mengatakan...

nangis sebelum siaran whahaha

Posting Komentar

Mohon tinggalkan jejak-jejak cinta anda pada blog ini.
Makasih, Matursuwun!!!!!